Wednesday, November 28, 2012

Semakin banyak merenung, maka semakin dalam kau merasakan kehidupan!



Lahirnya seorang bocah tanpa bekal apa-apa, kecuali jika semasa perkembangan janinnya si ibu rutin memberikannya nutrisi-nutrisi pendengaran, ntah yang baik atau yang buruk.. Ntah musik ataukah harmoni ayat-ayat qur'an. Atau juga kata-kata pengaruh yang beruap-uap melalui tebalnya perlindungan janin.

Saat dewasanya, sang bocah berpetualang menapaki hikmah-hikmah yang disebar Allah dari ujung langit hingga dasar bumi, seluas angkasa raya yang semakin lama semakin luas mengalami perkembangan spasial. Tak hanya dari ujung kutub ke kutub, itu terlalu kecil sekali. Ilmunya Allah amatlah tak berbatas, jauh melebihi ciptaannya. Jika ia menciptakan seorang manusia, maka ilmu yang terkait dengan seorang manusia saja amat bervariasi perkaranya. Ada ilmu mengenai perkembangan janin, biologi, sosiologi, psikologi, patologi, fisiologi, faal dan banyak lainnya. Belum lagi jika setiap cabang ilmu (logos) itu memiliki subcabang yang beranak pinak hingga ke akar-akarnya. Terbayang? Sudah berapa banyak ilmu yang anda terima? Sudah merasa paling pintar kah? Atau merasa terlalu bodoh mengingat itu semua?

Setiap hari bocah kecil yang telah tumbuh menjadi dewasa itu berusaha mendalami ilmu-ilmu yang berkeliaran. Ia pelajari lembar-lembar buku dengan susah payah untuk mencernanya. Berusaha menafsirkan kata yang dianggap aneh, mengulang-ulang kalimat yang dirasa sulit dipahami, atau menanyakannya kepada yang lebih mahir sesuatu yang tidak diketahuinya.

Dari kecil setelah dibekali ilmu tulis menulis, membaca, bahasa, menghafal, berhitung, kehidupannya semakin hari semakin disibukkan dengan kesenangan tentang ilmu-ilmu berwujud nyata. Jika tidak digolongkan IPA, IPS, Bahasa,Agama,dllnya. Apa maksud itu semua? Apa kita pernah merenungkan hebatnya Allah dalam ilmu yang kita pelajari? Apa kita pernah memikirkan satu ilmu yang tidak pernah dipikirkan sebelumnya?

Satu ilmu yang amat jarang kita pikirkan sebelumnya, jika ada rasanya amat sedikit untuk diaplikasikan dan sangat sulit untuk dijalankan secara kontinu. Ilmu yang dimaksud bentuknya abstrak dan hanya dilakukan melalui pengamatan.

Pernahkah mengagumi seseorang?
Pernah takzim?
Pernah salut kepada orang lain?

Itu hanya luarnya saja. Pernahkan kita merasakan sesuatu dari sorot matanya yang gersang? Pernah merasakan kerinduan? Pernah merasakan ketulusan dari seseorang? Pernah mengamati sesuatu yang tidak dibayangkan dilakukan oleh seseorang? Pernahkan merasakan sisi lain mengenai seseorang yang berbeda dari orang lain? Pernah merasa bersalah ketika melakukan kesalahan yang tidak disadari orang lain? Dan intinya, pernahkah anda menjadikan hikmah yang terselip pada pribadi anda dan orang lain untuk dijadikan ilmu pembelajaran?

Jika setiap hari kita seringkali melakukan evaluasi terhadap pekerjaan yang kita lalui, sudahkah kita mengevaluasi keikhlasan yang menyertainya? Apakah kita ingin dilihat sempurna di mata seseorang hari ini? Atau sudah benar-benar melaksanakannya karena Allah? Bisa saja kita pura-pura peduli membwakan barang yang berat milik saudara kita, tapi kita ingin agar orang lain melihat akhlak kita sudah mulia.....

Jika setiap hari kita memberikan porsi waktu untuk kerja, belajar, lomba, olahraga, membaca dan sebagainya.. Sudahkah mencermati sorot mata teman kita yang teduh atau terlihat biasa namun tak mampu berkata-kata. Atau ayah? Atau Ibu?

Jika setiap hari kita diliputi pertarungan menjadi manusia-manusia hebat berdasarkan catutan angka-angka yang berbaris di kolom penilaian, sudahkan kita merangkul mereka-mereka yang letih, bingung dan tidak tahu bagaimana menyusul kita?

Jika dalam keseharian seseorang dianggap 'spesial' menurut perkiraan sebagian besar orang lain hingga seringkali dihina, disindir, dan dijauhi, sudahkah kita berani menjadi yang berbeda dan ikut terhina?? Sudahkah kita menemukan sisi indah dari saudara kita tersebut?

Jika menemukan seseorang yang melakukan tindakan di luar batas biasa (+) seperti kejujuran, kepedulian, rendah hati, pengorbanan kemudian dianggap sok pahlawan. Apakah kamu siap untuk menjadi prajurit yang menemaninya dengan setia karena Allah? Atau hanya karena kasihan??

Atau yang terpenting, jika dalam perjalanan hidup kita, kita temui kebencian, ketidaksukaan, kekesalan, kesombongan, dan sekedar kekecewaan kecil di hati kita, siapkah kita untuk memaafkan dan mencari sisi terindah darinya yang membuat kita tersenyum dan melupakan kealfaannya?

Allah itu menciptakan segalanya dari dua sisi yang berlainan. Jadi sangat disayangkan jika kita hanya memperhatikan satu perspektif yang Allah beri. Semangat memperbaiki diri :D

Kangen nulis*

1 komentar:

Uswah said...

berfikir dengan indah :)

Copyright © 2014 Mahdiah Maimunah