Saturday, October 8, 2011

Kepingan yang Terserak



Abi, saat ini sepertinya aku sedang merinduimu. Merindui keberadaanmu di antara kami sambil bercanda penuh ceria, tertawa bergembira, bertukar pikir dan berbagi cerita hangat. Sambil sesekali ditemani secangkir kopi sebagai minuman favoritmu. Aku ingat redaksi pengantar yang akan abi katakan sehabis mengalami petualangan seru, "Wow, Abi tadi asyik banget lho...". Dan lantas kami pun akan bertanya penuh tanda, "Abi ngapain? Abi ngapain?"


Abiku sayang, dirimu adalah laki-laki terhebat yang kupunya. Cintamu, perhatianmu, kasih sayangmu, inspirasi dan semangatmu selalu menjadi pengingatku di kala jauh jarak jangkau kita. Seperti saat dulu aku tengah belajar di sebuah kota yang jauh dari kampung kita. Kau selalu menanyai keberadaanku, mengkhawatirkanku, lebih khawatir dari ummi. Oleh karenanya abi, aku tak akan menyerahkan cintaku yang kupunya untukmu pada laki-laki yang haram bagiku. 

Abiku, aku ingat di kala dulu. Saat kecilku yang kurasa sangat menyenangkan dibanding masa kecil teman-temanku. Aku pikir, semua memori itu tak lekang hingga batas kini. Aku menyukainya, dan merasa bahagia jika mengenangnya. Saat kita tamasya ke tambang pasir satu motor berlima, saat kita berakit melewati sungai yang katanya ada buaya, saat terjatuh dari motor dalam perjalanan pulang dari rumah nenek, saat memanjati berbagai pohon-pohon di kebun, dan saat kita bertualang ke sawah dan kebun duren nenek. Saat aku diajarkan menyayangi binatang ternak abi. Subhanallah.... aku tersadar kini, semuanya itu pengajaranmu padaku untuk mengenal alam ciptaan Nya. 

Abiku tercinta, engkau menyayangiku sebagai titipan Nya meski kadang nyawa hampir jadi taruhannya. Aku merinding bila terbuka sudut ingatanku tentang peristiwa kurang lebih dua bulan yang lalu. Saat abi hampir saja tewas di jalanan ketika kita menyebrangi jalanan padat Jakarta. Engkau berada di sampingku, melindungiku. Ketika kuteriakkan peringatan, "Abiiiiii..... awaaas....!!!" Dirimu dengan kondisi yang seolah tenang malah berbalik menenangkanku, "Tenanglah.... Jangan terlalu cemas...". Aiiih.... bagaimana aku tidak tenang melihat nyawamu hampir saja melayang bi...

Abi.... engkau orang yang paling ahli dan penuh karya. Aku salut ketika dirimu mampu memperbaiki semua alat elektronik yang tengah rusak dan hampir dibuang ummi. Mesin cuci, televisi, radio dan bahkan engkau ahli merakit komputer. Jadi lucu bila teringat cerita datuk tentang abi dulu yang pernah dengan sengaja merusak radio baru datuk. Tapi... abi mampu bertanggung jawab memperbaikinya kembali, meski dirimu tak pernah jadi sarjana teknik elektro dan berpaling ke sarjana pertanian, engkau tetap hebat Abi.... Aku pun jadi tahu yang mana solder, amperemeter, resistor, obeng, kabel dan alat-alat aneh lainnya meski aku seorang perempuan. Bahkan aku tak pernah jadi orang yang melek teknologi karena biasanya engkau selalu membeli teknologi keluaran terbaru untuk diotak-atik dan dikenalkan kepada kami.

Abi sayang... kau selalu punya banyak inovasi. Ketika aku dan adik kecilku dahulu kerap malas-malasan makan, kau punya cara menarik nafsu makan kami. Seolah-olah sebagai seorang 'master chef', dirimu akan membulat-bulatkan bentuk nasi umpama telur supaya kami mau makan. Atau dengan martabak kerak nasi plus bumbu garam yang sederhana. Begitupun cara mu mengajariku alif ba dan ta yang penuh kreasi. Kau tempelkan huruf-huruf hijaiyah dengan spidol warna warni, lalu aku akan naik ke punggungmu melafalkannya  sambil bernyanyi.

Oh Abi, semakin bertambah cintaku kepadamu karena Nya. Aku berbangga memiliki abi yang menenangkan kegelisahanku. Saat aku dirundung sedih atas budaya percontekaan yang semakin menjadi di sekolahku, abi berpesan untuk bersikap biasa dan menyerahkan semuanya kepada Allah. Engkau bilang rugi bila nilai hancur karena mereka yang tak jujur. Hmm... Abi benar... Terimakasih juga bi, buat do'a yang selalu mengantar kepergianku tiap pagi ke gerbang ilmu dan sesekali ciuman menggelikan karena kumismu.

Abiku yang kuat, yang selalu bertahan di segala kondisi. Suatu waktu engkau pernah dianggap rendah karena tak berposisi tinggi, dan itu mengajarkanmu berdakwah lewat siyasah di daerah lain dan tak berkecil hati terhadap lingkungan sekitarmu.

Abiku yang kuat ternyata punya kelembutan seperti ummi. Di saat engkau menjadi orang yang pertama menangis ketika aku menangis. Ketika saat itu belum tercapai citamu agar aku menjadi seperti cahaya di tengah masyarakat yang membutuhkan pertolongan kesehatan. Ya, sebagai seorang tenaga medis. Meski dulu aku tak terlalu menampik keinginanmu yang munurutku memaksa. Tapi setelah kini kusadari, engkau tidak pernah memaksa, hanya menumpukan sejumput asa di pundakku bagi mereka yang lara dan sekaligus sebagai penebar risalah di tengah silau hedonisme yang membabi buta.

Abiku sayang yang cerdas sosial. Mengajariku jangan takut-takut berkenalan, memelihara hubungan baik sesama insan dan melestarikan etika baik di lingkungan. Senang rasanya ketika kecakapan dirimu bersosial membawa anugrah tersendiri di keluarga kita. Kemudahan, keramaian dan kedamaian. Aku ingin seperti dirimu abi... yang membawa kemashlahatan dengan kearifan...

Abiku.... Tempat belajar mengasyikkan bagiku. Apalagi belajar matematika. Jikalau ada pekerjaan rumah yang tidak kumengerti, aku akan membawa serta seluruh alat tulis dan buku, lalu memintamu mengajariku.

Abi... dalamnya kepribadianmu mengajakku agar menjadi bijak berpikir dan bijak berprilaku. Berhati-hati dalam setiap kondisi namun tak mematahkan minat untuk berkontribusi. Abi... kepandaianmu di segala lini mendorongku mempelajari banyak hal yang tak kuketahui, agar berkemudahan di waktu-waktu nanti....

Abi... kebaikanmu kusyukri sebagai kebaikan dari Allah lewat seseorang yang mengantarku agar memanfaatkan segala bentuk nikmat tak berbatas Nya untuk berbuat lebih, lebih dan lebih...

A...B....I.... malam ini kerinduan nanda bersemu menyusun kepingan yang terserak. Menyusun ulang dan memolesnya dengan syukur kepadaNya dan bakti kepadamu, makhluk yang ridhoNya tertitip setelah ummi. Meski tak berhujung cinta ummi, cinta kepadamu karena Nya tak pula tertinggal dalam iring-iring do'a ujung malamku.

Sebuah senandung ringan dari Suara Persaudaraan ini mungkin mampu mewakili wujud syukur dan terimakasihku.

Ayah terima kasih nanda haturkan kepadamu

Yang telah mendidik dan membesarkanku bersama ibu

Ayah engkaulah guruku yang terbaik sepanjang usiaku

Yang telah membimbing masa kecilku meniti jalan Tuhanku


Allah semoga Kau berkenan

Membalas segala kebaikannya

Menerimanya, dan meridhoinya

Di hadirat-Mu

Sejenak sebuah ayat dalam surah Luqman ayat 13 tentang peringatan seorang ayah kepada anaknya agar tidak menyekutukkan Allah.
"...Wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukkan Allah. Sesungguhnya mempersekutukkan Allah adalah kezaliman yang besar."

8 komentar:

ROe Salampessy said...

wow, luar biasa dedikasinya buat ayahanda tercinta.. terharu saya..!

anak yang hebat berawal dari keluarga yg hebat.!

Mae said...

jazakallahu khaiir bang roe. kbetulan lgi mengenang masa lalu. hehe...

semoga saja, aamiin....

Arr Rian said...

Assalamualaikum....
Semoga menjadi keluarga yang senantiasa diberkahi Allah SWT, Aamiin

Salam kenal ya..dan Izin follow #61

Mae said...

wa'alaikumussalam warohmatullah...
aamiin...

salam kenal kembali, jazakumullah kunjungannya + follownya :D

Irma Devi Santika said...

wah sedang merindu ayah ya..
semoga dengan doa, beliau pun akan merasakan kerinduan ini..
ayah itu adalah lelaki yang top, beliau menyayangi dengan cara yang indah :)
salam buat ayahnya, semoga keluarga senantiasa di lindungi Allah :)

Mae said...

iyaa mbak irma....
aamiin, smoga beliau merasakannya...

setuju bnget sma kta2nya mbk irma: ayah itu adalah lelaki yang top...

insyaAllah aq smpein slamnya. dan smoga begitu pula dg keluarga mbak irma semoga slalu dilindungi Allah:D

Asriani Amir said...

wih, menggerimis setelah mampir di marii..

rindu yang luar biasa..

Mae said...

hehe... bisa gerimis y mbak...??

spertinya mmang bgitu. ;) rindu tak bertepi. hehe...

Copyright © 2014 Mahdiah Maimunah