Dia Nasrani, Tapi....
Pagi menjelang siang beberapa hari yang lalu, saya diamanahi oleh ibu untuk mentransfer sejumlah uang di Bank BRI yang ada di depan rumah. Saya tahu, bank BRI yang ada di depan rumah saya memang tergolong ramai. Jadi wajar saja bila harus menunggu antrian sampai berjam-jam karena tellernya juga cuma satu. Hmmm.... belum lagi aku tidak datang lebih awal, jadi memakan waktu yang sangat lama untuk mendapat giliran. Tak apalah, namanya juga amanah, jadi harus dilaksanakan.
Bismillah...
Subhanallah... masuk ke dalam ruangan bank saja sudah disambut hawa hangat dan berbagai aroma dari orang-orang di dalamnya. Saya melihat ada beberapa tetangga saya yang juga memiliki keperluan di sana. Tapi sepertinya mereka lagi sibuk sehingga tidak bisa memungkinkan saling menegur. Salah satu tetangga saya yang turut mengantri adalah seorang Nasrani yang memiliki toko yang berkelang satu ruko saja dari bank. Saya melihat beliau sedang berbincang dengan seorang bapak yang ada di sebelahnya, sehingga saya antara bingung dan ragu-ragu untuk menegurnya terlebih dahulu. Jadilah akhirnya saya lebih memilih mengutak-atik hp yang sebenarnya tidak terlalu bermasalah.
Setelah sekian lama, sebenarnya saya tidak enakan hati dengan beliau. Tegur, tidak, tegur, tidak..... Hmm... nanti sajalah...
Tapi setelah beberapa jenak, bukannya saya yang terlebih dahulu menegur beliau. Tetapi beliaulah yang memulainya. Dengan santainya beliau menegur saya, "Oi, ndak ngapoi ke bank?" (1)
"He,eh.. mau transfer uang om...", jawab saya setengah terkejut karena beliau menepuk saya.
"Ohhh... nomor antrian ke berapo kau..??"
"Ko na om, nomor 47.. (2)", balas saya sembari menunjukkan nomor antrian yang saya ambil.
"Aiii... lamo nian tu.... Yo sudahlah, nebeng kek oom bae yo. Siko, mano duitnyo."(3)
"Ado om, sebentar..." (4)
Saya pun menyerahkan sejumlah uang yang akan ditransfer.
"Oke, siiip..."
Hmmm... saya tidak habis pikir. Ternyata masih banyak orang baik di dunia ini ya. Bahkan yang mengherankannya, yang menolong saya adalah orang Nasrani. Ini menjadi suatu pelajaran penting bagi saya dan menginspirasi saya juga tentunya, bahwa kita sebagai seorang muslim yang visi hidupnya lebih jelas dan terarah dan mengetahui bahwa kehidupan yang sejati hanya di alam akhirat terkadang lebih banyak lupanya untuk menolong orang lain. Lebih disibukkan untuk kepentingan pribadi.
Kita sering tidak sadar atau pura-pura tidak sadar ketika di sekitar kita ada yang membutuhkan pertolongan saat itu juga. Kita lebih memilih untuk mengamati orang lain yang memberikan pertolongan. Kalau sudah begitu, berarti kita sering menjadi bagian orang yang merugi, karena ketika dibentangkan ladang amalan di hadapan kita untuk membantu orang lain, baik itu harta, jasa, dan sebagainya kita tidak memiliki kepekaan dan keberanian untuk memulainya.
Setelah saya pikirkan lebih jauh mengenai tolong menolong sebagaimana yang dianjurkan oleh agama kita, saya jadi berandai-andai seandainya setiap satu orang yang mampu setidaknya menolong satu orang saja yang tidak mampu, rasa-rasanya, kehidupan di negeri kita pasti akan lebih baik. Sayangnya, banyak dari kita yang merasa bahwa si miskin yang kelaparan, si bodoh yang tidak bersekolah, si jahat yang sering melakukan tindakan kriminal bukanlah menjadi bagian dari kehidupannya. Bukanlah beban yang menggelayuti pikirannya. Bukanlah fenomena yang menghaluskan sensitivitasnya. Seolah-olah semua keburukan yang tertanam di negeri ini hanyalah problem yang harus dihadapi oleh pemerintah saja.
Pemerintahlah yang seharusnya mencerdaskan kehidupan bangsa, pemerintahlah yang seharusnya mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan, pemerintahlah yang harus menuntaskan berbagai makar dan kejahatan. Padahal orang-orang yang merupakan bagian dari pemerintahan lebih sedikit dari total masyarakat Indonesia. Secara normatifnya memang pemerintah yang dituntut untuk menyelamatkan Indonesia. Tapi tentunya, jika pemerintah yang bergerak sendiri akankah bisa cita-cita bangsa yang sebenarnya adalah cita-cita seluruh elemen masyarakat dapat terwujud...??? Bukankah tujuan bangsa adalah tujuan kita bersama...???
Saya sangat mengapresiasi kepada mas-mas, mbak-mbak, para orang tua dan para pemuda yang berani mengambil langkah mandiri untuk turut serta dengan keikhlasannya mengusahakan sesuatu yang terbaik untuk bangsa ini. Semoga saya dan yang lainnya saat ini juga bisa berani untuk mengikuti jejak-jejak yang kalian lakukan....
Keep Moving for Indonesia......!!!
(1) Oi, mau ngapain ke bank?
(2) Ini om, nomor 47
(3) Aduuh, lama sekali.. Ya sudahlah, bareng sama oom aja. Sini, mana uangnya.
4 komentar:
Benar sekali!
Dengan demikian, mari kita senang untuk menolong orang lain, senang berbagi, dan senang menjalin hubungan yang baik dengan orang lain; meski hanya sekadar sapa dan senyuman.
makasih banyak ya Mbak Aasiyah Humnah, postingan ini sungguh menginspirasi.
Siip,, btul skali..!!
bener mbak,
terkadang,
kita terlalu memikirkan tentang mati dan akhirat,
dan melakukan ibadah yang memang, ditunjau dari keuntungan dunianya, menguntukan diri sendiri..
menomor satukan akhirat dengan sangat berlebihanpun tidak boleh,
Allah kan tidak suka dengan sesuatu yang berlebihan,
dunia ini kan ladang,
ngga ada salahnya kan kita membantu orang, menanam, ataupun membantu saat panen :)
kita tidak bisa hidup sendiri didunia ini :)
ngomong2, orang palembang mbak yah?
yap, setuju saya :D
hehehe,, sya bukan org palembang, tpi wong bengkulu. Bahasa plembang sm bengkulu kan beda2 sdikit :)
Post a Comment