Wednesday, June 13, 2012

#Monolog#

designboom.com

Kau tahu? Akan ada sejuta kata penyesalan yang menjejali otakmu ketika kau gagal dalam suatu pencapaian. "Ya Allah, cobaan apa yang Engkau beri pada kami, bukannya aku sudah berusaha ya?", "Seandainya saja Allah mengizinkan, mungkin aku akan begini dan begini", atau "Aiiih... sharusnya aku tidak menempuh jalan yang ini dan lebih berhati-hati" dan kata-kata sejenis lainnnya yang bernada penyesalan.


Uniknya, alunan kata-kata yang menyeruak dari kepedihan batin itu tak hanya muncul sekali dua kali. Ia bahkan bisa selalu hadir menggenapi setiap aktivitas kita. Laiknya sesuatu yang selalu menghantui.

Sebenarnya, tidak ada salahnya ketika pembicaraan yang dilakukan sendiri alias monolog yang kita lakukan menghasilkan sebuah kesadaran untuk bangkit kembali. Karena sebagian besar yang mempengaruhi aktivitas manusia adalah suasana hati dan akalnya.

Tapi, pernahkan kita mencoba untuk menjadikan monolog sebagai bagian hidup yang menyenangkan? Yah.. sesuatu yang menyenangkan teman...

Beberapa hari yang lalu, saya mereview kembali Buku Warisan Sang Murabbi yang ditulis oleh Alm. Ustadz Rahmat Abdullah. Di sana, saya menemukan sebuah penawaran konsep aqliyah (akal) dari Said Hawwa. Beliau menyatakan bahwa sesungguhnya perubahan tidak benar-benar akan terjadi kecuali jika kita mampu mengubah apa yang ada di dalam jiwa kita. Bahasa qur'annya "ma bi anfusihim" (Ibrahim ayat 11). Dan organ yang paling kuat untuk menyiratkan perubahan  ini adalah otak. Tahu kenapa? Tentunya karena peran otak sebagai pusat pengendali semua sistem yang ada di tubuh manusia.

Konsep yang ditawarkan oleh Said Hawwa adalah 4 perubahan yang dilakukan oleh akal:
1. Mengganti otak yang beku (aqliyaah jamidah) dengan otak yang dinamis (aqliyah marinah)
2. Mengganti otak pengandal kata (aqliyah qoul) dengan otak aplikasi
3. Mengganti otak pemimpi (aqliyah ahlam) dengan otak realita (aqliyah waqi')
4. Mengganti otak penunda (aqliyatul taswif) dengan otak respon cepat (fauriyatul istijabah)

Jadi, terbukti benar jika selama ini kita sering menemui kebuntuan/kebekuan, lebih banyak berkata, banyak bermimpi dan selalu menunda-nunda pekerjaan adalah implikasi dari ketidakberesan kinerja otak kita. Banyak cara untuk meningkatkan kapasitas otak, namun jarang yang membahas bagaimana agar otak bisa memberikan nutrisi kepada otak secara terus menerus. Caranya, seperti yang saya sebutkan di atas: Monolog -di samping ibadah yang mampu menyegarkan akal-

Kenapa monolog? 
Monolog biasanya hadir setelah kita mengalami suatu peristiwa yang mengena, baik menyakitkan, menggembirakan atau menyemangati kita dan monolog bisa berputar sebagai hasil dari refleksi, hasil membaca atau kejadian.

Contohnya: Saya baru saja membaca buku Warisan Sang Murabbi. Dari sana saya mendapatkan banyak inspirasi dan kata-kata yang menggugah pikiran saya. Maka usai saya membaca, saya akan membenarkan apa yang baru saja saya dapatkan, saya merasakan saya suka inspirasinya,  dan saya juga berkomitmen untuk menjalankannya. Biasanya, pikiran saya akan menyemangati di kala kelelahan saya:

"Ayoo.... semangatlah wahai diriku! Jangan sekali-kali kamu menyisipkan kata malas dan menunda dalam kamus hidupmu..! Ayolah...! Otakmu mengawali perubahanmu. Kalau sekarang kamu berpikir nyaman dengan malas, kalau sekarang kamu menunda, seterusnya kamu akan begitu". 

"Pikirkan kebaikan yang akan kamu peroleh dengan mewujudkan obsesimu, jalankan komitmenmu...!!"

"Kalau bukan kamu sendiri yang merubah dirimu siapa lagi? Ayo-ayo, jangan malas... Berbuatlah yang terbaik. Pikirkan nasib ummat jika tidak ada orang-orang yang berkeinginan menyentuhnya."


"Inget kisah sahabat Rasul yang baru kamu baca kemaren ngga? Masa kamu ngga malu??"


"Eiittss.... jangan ngantuk! Mimpimu bukan berada di bawah bantal. Malu dong sama Allah di akhirat nanti ketika kamu ditanya untuk apa masa mudamu? Untuk tidur ya Allah..."

Dan beragam kata-kata yang saya jamah dari hal-hal yang pernah saya rasakan, saya lihat, saya baca dan saya dengar. Oh ya, satu lagi, dari apa yang saya tuliskan sebagai hasil refleksi saya.

Intinya, rajin-rajinlah bermonolog dengan menjadikan dirimu sendiri sebagai aktor utamanya. Jangan pernah bosan berbicara dengan diri sendiri untuk selalu bersemangat dan agar selalu sadar. Namun, satu hal yang paling penting, monolog positif akan banyak dihasilkan jika kita selalu menyediakan waktu untuk merefleksikan sesuatu. 

Nah, untuk sukses atau tidaknya monolog yang kamu lakukan. Cobalah untuk menjadikan satu hari pertama sebagai awalan. Dari bangun tidur sampai tidur lagi. Ingat-ingatlah refleksi panjangmu sehingga kesadaran untuk menjadi dinamis selalu timbul. Selamat mencoba.


2 komentar:

Irma Devi Santika said...

Baca postingan ini kayak menasehati diri sendiri. Makasi ya sudah menuliskan (setidaknya) apa yang ada di dalam benak saya.
Ayooo semangat :)

Mae said...

semangat juga mbak irma :-D

Copyright © 2014 Mahdiah Maimunah