Friday, August 1, 2014

Tentang Cinta, Pengorbanan dan Kesetiaan

keluarga_qushairy_2___zuhur___going_to_school_by_roseintel-d5cgq3c
roseintel.deviantart.com

Kembali bercerita tentang rumah dan inspirasi dahsyatnya. Dari rumahlah aku belajar banyak tentang cinta, pengorbanan dan kesetiaan. Pengejawantahan cinta yang sebenarnya memang tak layak didustai ungkapan cinta biasa tanpa bingkai pernikahan. Bahkan dua orang yang akan menikah bisa jadi belum sama2 cinta pada awalnya, namun ada azzam yang kuat di antara keduanya untuk membangun peradaban dari entitas yang amat sederhana itu. Ummi pernah bilang seperti ini: hati2lah sebelum kalian menikah! Jika dari awalnya saja kalian sudah memulainya dari sesuatu yang buruk, maka itu tidak bisa menjamin kesudahannya akan menjadi baik. Tapi jika diawali oleh suatu kemurnian, insyaAllah Allah akan memudahkan untuk kehidupan yang selanjutnya.

Jangan pernah takut saat kamu merasa tidak ada yang mencintaimu saat ini dan jangan sampai sombong bila ada seseorang yang menyukai kita. Itu semua ujian yang Allah hamparkan di hadapan kita untuk menguji ketaatan kita di hadapanNya. Jika merasa tidak ada yang menyukaimu untuk saat ini, bisa jadi diam2 ada seseorang yang tengah menyimpan rapi cintanya untuk diungkapkan secara sah suatu hari nanti. Bukankah kita sama2 seringkali mendengar bahwa tidak begitu penting untuk memikirkan siapa calon yang ditakdirkan Allah untukmu, tapi yang jauh lebih penting adalah bekal apa yang sejauh ini sudah kita persiapkan untuk membangun rumah cinta peradaban dan rumah surga itu?

Nah, begitu juga sebaliknya. Di saat kamu menyadari ada yang menyukaimu untuk saat ini, itu pun ujian dan bukan kesenangan sama sekali. Allah mengujimu apakah engkau lebih memilih dia atau Allah. Kelanjutannya pun seorang muslimah tidak boleh merasa suci karena ia mampu menjaga diri. Allah lebih tahu apa yang ada di hatimu. Jangan sampai niatan untuk menjaga diri seolah seperti merasa diri kita yang paling baik.Intinya Allah lebih tahu bagaimana kita dan apa yang terbaik untuk kita. Layakkanlah dirimu untuk menjadi yang terbaik.

Itu dia tentang cinta dan penjagaan kita terhadap kemurniannya. Namun di balik indahnya makna cinta yang seringkali disalahgunakan sebatas nafsu dan hal yang berbau nikmat saja, cinta tentulah memiliki konsekuensi yang luas dan logis. First, cinta itu adalah pengorbanan. Pasti bohong kalau cuma bilang cinta tapi tidak mau segera menikah. Itu artinya dia tidak siap berkorban untuk saat ini. Mendingan cari yang siap nikahin kamu kan? Artinya dia sudah siap berkorban untuk kehidupan selanjutnya. Masa ia kamu mau digantungin aja?

Eiitss.. berani berkorban ga cuma di awal aja dong.. sampai kamu jadi nini-nini atau aki-aki, cinta selalu dibarengi pengorbanan, baik itu untuk kehidupan suami-istri tersebut, kehidupan anak-anaknya bahkan sampai ke cucu-cucunya. Banyak pembelajaran yang saya ambil dari kedua orangtua saya tentang pengorbanan.

Saya akan bercerita tentang pengorbanan ummi dan abi untuk pendidikan saya. Saat ini saya tidak pernah membayangkan saya bisa kuliah di fakultas kedokteran di tengah kota metropolitan. Tidak tahu harus mengatakan apa lagi untuk berterimakasih kepada keduanya. Dahulu, di tengah kegalauan saya yang luar biasa, apakah saya akan menjadi apoteker atau dokter, Abi selalu meyakinkan saya bahwa saya bisa untuk menjadi dokter. Abi tidak setuju jika saya menjadi apoteker dengan alasan kontak sosialnya lebih sedikit dari seorang dokter. Ini alasan yang lumayan logis menurut saya. Namun sebenarnya ada kekhawatiran yang luar biasa saat saya memilih ini, apakah abi bisa membiayai saya? Abi hanya bilang, kalau kamu serius abi siap untuk biayain kamu. Oke fine, akhirnya saya beranikan diri untuk mencoba. Tahun pertama saya mencoba, saya gagal dan alhamdulillah akhirnya baru diterima di tahun kedua saya test.

Saat saya menerima pengumuman kelulusan dan mengabarkan kepada keduanya, raut mereka senang dan tampak sedikit bingung. Saya menangkap ada sinyal yang mengganjal dari sorot matanya. Terbukti dengan pertanyaan yang mereka ajukan setelah itu. "Oh iya, Diah udah tahu belum biayanya berapa? Nanti dicari dulu dan kasih tahu Abi ya." Saat itu keberanian apa yang coba menenangkan mereka tanpa pertimbangan: "Tenang bi,mi, ntar diah coba cari beasiswa deh."

Kini di akhir tahun kedua kuliahku, aku tengah berlibur dan kembali ke rumah. Begitu pesat perkembangan bisnis mereka untuk membiayai pendidikanku dan adik-adikku. Di belakang rumah saja tiba2 sudah ada peternakan ayam arab dan kumbung jamur. Pagi2 sekali sehabis subuh ummi dan abi sudah beraksi, setelah mempersiapkan jamur, telur dan ayam yang akan dijual, mereka memasarkannya di pasar dekat rumah atau pasar minggu di dekat kota. Padahal sebenarnya ummi bekerja sebagai PNS dan abi juga pegawai kantoran yang punya jam kerja pagi sampai sore. MasyaAllah, luar biasanya salah satu bukti pengorbanan mereka. Sebagian besar pemasukan mereka diarahkan untuk pendidikan anak2nya. Bahkan sejak aku kecil pun, aku sudah disekolahkan di sekolah yang jarak tempuhnya memakan waktu kurang lebih satu jam dari rumah. Soalnya di sekolah tersebut pendidikan agamanya juga baik dan terjamin.

Aku membaca sinyal2 agar generasi yang mereka bangun bisa lebih baik dari mereka dan memberi manfaat kepada banyak orang. Untuk itulah mereka berkorban dengan luar biasa. Ini juga yang menjadi inspirasi bagiku, bahwa membangun keluarga tidak asal2an, ada cita2 besar yang tumbuh di dalamnya. Cita2 membangun peradaban ummat dari entitas sederhana. Orang tua berperan penting untuk mempersiapkan anak2nya menjadi generasi yang dibutuhkan zaman.

Kedua, setelah pengorbanan ada yang namanya kesetiaan. Kesetiaan menurut saya tak selamanya suami istri selalu akur dan lengket. Bukan tidak mungkin pula ada fitnah yang menerjang atau godaan yang berdatangan. Setia itu tentang bagaimana caranya tetap saling menghargai, saling percaya karena kita percaya kepadaNya. Memang betul adanya sikap saling melengkapi dan memahami, toh manusia itu tidak selamanya bersikap konstan. Sangat disalahkan ketika kita percaya misalnya ibu kita adalah orang yang sabar dan saat kita mendapati beliau marah kita percaya selamanya bahwa ibu kita bukan orang yang sabar lagi. Sikap itu adalah upaya, ada saat2 dimana pribadi mampu mengupayakan dan bisa jadi suatu saat tidak sadar dan alfa untuk mengupayakan. Mana ada orang sabar tanpa UPAYA menahan diri kan?

Saya membayangkan bila ummi sendiri yang berkorban tanpa abi atau sebaliknya. Tanpa ada kesetiaan untuk saling mendukung pengorbanan, mungkin tak sedahsyat sekarang hasilnya. MasyaAllah banyak pembelajaran yang saya petik dari keduanya, salah satunya tentang cinta, pengorbanan dan kesetiaan.

Semoga Allah ampunkan dosa keduanya, beri mereka kesehatan kelapangan rezeki dan keluasan hati serta pikiran. Jaga mereka ya Allah, jauhkan keduanya dari fitnah


0 komentar:

Copyright © 2014 Mahdiah Maimunah