Saturday, July 11, 2015

Di Tangan Para Peramu Kondisi

.com/blogger_img_proxy/

‘’Olahan apa pun akan menjadi enak jika di tangan chef2 hebat’’

Izinkan aku menyampaikan sebuah kenyataan bahwa manusia seringkali merasakan bahwa kondisilah yang sepatutnya disalahkan.

Kisah pertama saya alami hari ini saat akan maju mempresentasikan poster. Tugas hari ini adalah kami semua harus mempresentasikan media promosi kesehatan yang telah diselesaikan bersama dalam kelompok. Masing-masing kelompok tentunya mempersiapkan sebaik mungkin sesuatu yang bisa ditampilkan.

Karena sudah keder duluan menyaksikan media promosi teman-teman kelompok lain saat pra-presentasi, saya menjadi keder. Saya menjadi malu atas apa yang sudah saya selesaikan susah payah tadi malam. Merasa bahwa karya saya tak berarti apa-apa. Bahkan merasa sangat jelek.

“Ayo dong! Kalian yang presentasi ya! Teriak saya di chatroom kelompok. “Saya ngga mau presentasi lagi karena sudah menyelesaikan posternya.”

Herannya, salah seorang teman kelompok saya justru menanggapi anggapan poster saya yang jelek itu dengan semangat “udah kok, udah bagus mae. Udah eye catching. Kan emang poster kata-katanya ngga boleh terlalu banyak.”

“Iya sih, tapi kayaknya sasaran kita ngga sampai merubah perilaku deh, terus ngga jelas nanti pembacanya harus ngapain setelah baca poster kelompok kita.”

“Ya udah, nanti apa-apa yang kurang dijelasin kayak kita lagi promosiin posternya ke masyarakat. Nih, aku juga udah dapat jurnal tentang apa kelebihan poster disbanding media yang lain.”

“Oke. Kalau gitu kamu yang presentasi yaa.”

Akhirnya saat kelompok kita maju. Saya melihat presentasinya sempurna. Poster yang tadinya biasa-biasa saja seolah memang benar begitu harusnya.

Huuffh.. jadi banyak belajar bahwa sebetulnya dalam kondisi apa pun kita tidak boleh menyalahkan kondisi. Kondisi itu bisa saja kita manipulasi agar suasananya tak se-ekstrem bayangan kita. Jangan mudah rendah diri juga dengan karya-karya kita. Bisa jadi apa-apa yang menurut kita tidak baik, tapi baik dan bermanfaat menurut orang lain. Tuh kan, jadi lebih jelas, bahwa sebetulnya peramu kondisi lah yang akan menjadikan kondisi apa pun menjadi menyenangkan.

Kisah di atas adalah kisah pertama saya. Selanjutnya adalah kisah kedua tentang seorang pemimpin yang istiqomah menyemangati jundinya sehingga para jundi tidak merasa kering dengan kelompok organisasinya.

Menurut saya, beliau bisa saja memilih menganggap sepele grup yang terdiri dari anggota-anggota yag krik-krik. Tapi beliau adalah seorang yang visioner, tahu dan tahu bagaimana mengarahkan jundinya untuk menuju visi itu bersama. Beliau paham bahwa meski sebagai kader yang bergerak di level atas, kesibukan tak tertandingi menjadi aktivitas yang menemani kami semua sehari-hari.  Hingga kadang malas focus atau mengabaikan grup ini yang sebetulnya penting juga.

Saya dan teman-teman bagaimana tidak akhirnya tertarik juga untuk memikirkan amanah kami ini bersama-sama lagi.

Jadi begitulah intinya. Bukan kondisi yang harus membuat kita semangat dulu baru bergerak dan berbuat. Seorang pemimpin yang handal atau pemimpin yang sedang berusaha menjadi handal lah yang nantinya akan merubah suasana sedih menjadi gembira. Suasana yang penuh pesimis menjadi optimisme.

Disadari atau tidak inilah akhirnya yang menyebabkan Allah merahasiakan masa depan, agar kita semua merasa MAMPU bahwa kita adalah orang yang tepat dan kemudian MEMPERSIAPKAN serta MENJALANKAN langkah yang tepat menuju asa yang tak terbatas.

Semoga Allah mengaruniai kita dengan iman, sehingga jiwa-jiwa kita dipenuhi optimisme dalam kehidupan.

Ciputat, Kamis, 2 Juli 2015

0 komentar:

Copyright © 2014 Mahdiah Maimunah