Monday, October 26, 2015

Resensi Buku Bangkitkan Islam, Bangkitkan Ilmu Pengetahuan


Sejujurnya saya bingung ingin berbagi tentang apa setelah membaca buku ini, karena isinya benar-benar padat muatan. Semuanya dirasa penting untuk diketahui dari bab demi bab yang terangkai jelas. Pengenalan asal mula pengetahuan sampai bagaimana agar ummat islam kembali bisa berjaya dengan pengetahuannya. Lebih spesifik lagi urutannya seperti ini: Asal Mula Pengetahuan dan Perkembangannya à Hakikat Pengetahuan à Ilmu yang Berkah à Al-Qur’an dan Pengetahuan à Rasul, Pembuka Cakrawala Pengetahuan à Figur Ilmuwan Muslim à Peran Penguasa dalam Kemajuan Pengetahuan à Penguasaan Bahasa Asing à Perpustakaan à Tugas Intelektual Muslim à Kearifan Seorang Ulama.

Buku yang amat kaya, menyadarkan kita dari persepsi-persepsi keliru dari pengalaman kita selama ini dalam menuntut ilmu dan akhirnya membuat kita menajamkan kembali semangat kita untuk bersungguh-sungguh dalam memperoleh ilmu.

“Ilmu yang sesungguhnya adalah ketika ilmu tersebut semakin membuat kita dekat kepada Allah.”

Ilmu itu layaknya pedang bermata dua, bisa bermanfaat atau bisa membunuh. Lihat saja hasil karya ilmu yang dulu meluluhlantakkan Hiroshima dan Nagasaki, siapa bilang itu bukan karena kepandaian manusia akan ilmunya? Ilmu juga yang akhirnya mengubah kebodohan-kebodohan bangsa Arab menjadi sejuk dengan kemajuan ilmu pasca pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai rasul.

Di dalam Al-qur’an, Allah mengarahkan kita menggunakan rasio sebanyak 300 kali. Kita juga banyak menemukan ayat-ayat al-qur’an yang merangsang agar kita memperhatikan sesuatu, coba lihat az-zumar: 21. Bahkan Allah juga menunjukkan secara langsung fungsi dari apa yang diciptakanya (lihat saba’:10-11 dan al-jatsiyah 12-13.

Pengetahuan juga yang akhirnya menjadi alasan Allah mengangkat manusia sebagai khalifah, padahal kalau dilihat manusia itu makhluk yang lemah, tidak punya kekuatan apa-apa seperti apa yang Allah beri kepada hewan-hewan ciptaanNya. Ular dan serangga dengan bisanya, singa dengan taringnya, burung diberi sayap agar bisa terbang di udara, ikan dianugrahi kemampuan berenang, dan binatang2 lainnya. Bahkan malaikat pun khawatir dengan keinginan Allah menjadikan manusia sebagai khalifah. Tapi, dibalik itu Allah telah memberikan akal sebagai alat bagi manusia untuk menggali pengetahuan, agar bisa menjalankan peran kekhalifahannya. Denan pengetahuan tersebut, menjadikan manusia memiliki kekuatan dan keuasaan. Manusia bisa tahu bagaimana cara melindungi dirinya, bagaimana bisa terbang di udara tanpa sayap dan bisa mengarungi lautan tanpa sirip untuk menjalankan fungsi khalifah Allah, yang menjaga muka bumi.

Bagian yang saya suka dari buku ini adalah meneladani Rasul dalam keilmuwan. Rasul jelas saja masuk surge, pasti disayang sama Allah, seseorang yang diberi ilmu yang paling tinggi di zamannya, tapi Rasulullah sama sekali tidak pernah sombong. Bahkan dengan ketawadhu’annya kecemerlangan ilmu pengetahuan di zamannya dan zaman setelahnya makin berkembang pesat.

Rasulullah adalah pribadi yang amat mengagumkan dalam mendengar apa yang disampaika orang lain kepadanya. Rasulullah juga memudahkan bahasa agar sampai kepada pendengarnya, taka rang beliau menggunakan analogi-analogi agar penjelasannya semakin mudah dipahami.

Suatu kali datang kepada beliau seseorang yang menyatakan “Wahai Rasul, izinkan aku berzina.”

Sahabat-sahabat yang ada di sekitar beliau sudah mau marah-marah saja. Tapi rasul tetap santai dan berkata “tenanglah.”

Rasul bertanya, “Apakah engkau sudi jika ibumu dizinai oleh laki-laki yang bukan ayahmu?”

“Tidak.”

“Apakah engkau sudi jika anak perempuanmu dizinai oleh orang lain?”

“Tidak.”, jawabnya

“Apakah engkau sudi jika saudara perempuanmu dizinai orang lain?”

“Tidak.”

Dalam riwayat lain bahkan ada yang menyebutkan bahwa rasul juga menanakan sampai bibi. Pada akhirnya, di kemudian hari laki-laki tersebut adalah seseorang yang paling membenci perbuatan zina.
Seni lain rasul dalam menyebarkan pengetahuan adalah dengan sistem kaderisasi, memudahkan ilmu pengetahuan bagi siapa pun bahkan memberikan kesempatan yang sama kepada prempuan, menjadikan masjid sebagai pusat pengetahuan, menjanjikan kebebasan bagi tawanan kafir yang mau mengajari ummat islam baca dan tulis, mengutus duta-duta ke berbagai wilayah, dan masih banyak lagi.

Suatu hal yang patut dikagumi adalah bahwa Rasul tidak segan-segan untuk meminta pendapat dari sahabat-sahabat beliau. Contohnya adalah ketika beliau meminta pendapat terkait tawanan perang badar. Sahabat yang diminta pendapatnya kala itu adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Abdullah bin Rawahah.

Abu Bakar: “Wahai Rasulullah, mereka adalah kaum kerabat Anda. Biarlah mereka tetap hidup dan suruhlah mereka untuk bertaubat, mudah-mudahan Allah menerima aubat mereka.”

Umar: “Wahai Rasulullah, mereka telah mendustakan dan mengusirmu, bawalah ke depan dan tebaslah batang leher mereka.”

Abdullah bin Rawahah: “ Wahai Rasulullah, engkau berada di lembah yang penuh dengan kayu bakar. Bakar saja kayu itu dan lemparkan mereka ke dalamnya.”

Rasul diam dan masuk ke rumah tanpa menjawab sedikit pun.Kemudian Rasul keluar rumah dan menjumpai sahabatnya: “Sesungguhnya Allah pasti melunakkan hati sekelompok orang hingga ia menjadi lunak daripada susu dan mengeraskan hati sekelompok yang lain hingga lebih keras dari batu.”

Kemudian Rasul menganalogikan Abu Bakar laiknya Ibrahim (Ibrahim:36) dan Isa (Al-Maidah:118) yang pemaaf dan menganalogikan Umar laiknya Musa (Yunus:88) dan Nuh (Nuh:26) dengan ketegasannya.

Luar biasa, masyaAllah :’)

Setelah kita diceritakan sifat-sifat mulia rasul sebagai pribadi yang berpengetahuan kita juga dikisahkan tentang kisah kejayaan ilmu pengetahuan di masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Dari kisah tersebut kita jadi banyak tahu bahwa ada beberapa factor yang bisa menyebabkan kondisi demikian: kesungguh-sungguhan ulama akan ilmu, penguasaan bahasa asing sehingga akhirnya banyak buku2 peninggalan yunani yang diterjemahkan dan adanya peran penguasa untuk mendukung gagasan kemajuan ilmu pengetahuan. Mulai dari penerjemahan besar-besaran, pengadaan buku-perpustakaan-laboratorium modern, penyediaan fasilitas2 bagi para penuntut ilmu.

Nah, setelah dibangkitkan semangat kita tentang keemasan masa lalu, buku ini tak ketinggalan memberikan beberapa tips yang bisa mendorong kesuksesan para penempuh ilmu. Tips ini berasal dari Syaikh Al-Zarnuji dalam buknya Ta’lim Muta’alim:

1. Harus cerdas. Cerdas bukan pemberian sejak lahir. Cerdas bisa direkayasa. Makna kecerdasan sesungguhnya adalah: konsentrasi atau keseriusan dalam berpikir kala menerima pelajaran. Bagaimana agar bisa konsentrasi? CInta dan rasa suka! Ilmu juga wajib diulang dan menempuhnya buth step by step.

Abu Hanifah pernah berkata kepada muridnya Abu Yusuf: “Sesungguhnya kamu itu dungu (di bawah bodoh). Namun karena rajin dan tak kenal menyerah engkau menjadi cerdas.”

2. Rakus terhadap pengetahuan. Rakus berarti lebih dari sekedar ingin dan merasa kurang atas setiap pelajaran yang ia terima.

3. Kesabaran yang tinggi. Tentu saja, karena medan pengetahuan itu begitu berliku, penuh onak dan duri

4. Biaya yang memadai. Tapi bukan jadi penghalan bagi yang tidak memiliki biaya karena rezeki Allah amat luas.

5. Petunjuk guru

6. Memakan Waktu yang lama

Terakhir, bagaimana sikap kita sebagai seorang intelektual muslim? Apakah cukup dengan memiliki ilmu itu untuk diri kita sendiri?

Pernyaaan Muhammad Natsir berikut dapat menjadi jawabannya: “Seandainya para cendikiawan Islam kurang menyadari tempatnya dalam masyarakat, maka ia akan mejadi ahli saja, yang memberikan nasihat menurut pesanan orang yang meminta. Tetapi kalau ia mengerti kedudukan, maka si cendikiawan itu akan menjadi pusat gagasan dan sumber yang penuh kreativitas, penuh ide dan gagasan, memberikan perspektif dan arahan kepada lingkungan dan sekelilingnya.”

#intelektualmuslim

Ciputat, 24 November 2015


0 komentar:

Copyright © 2014 Mahdiah Maimunah