Resensi Buku Bangkitkan Islam, Bangkitkan Ilmu Pengetahuan
Sejujurnya saya bingung
ingin berbagi tentang apa setelah membaca buku ini, karena isinya benar-benar
padat muatan. Semuanya dirasa penting untuk diketahui dari bab demi bab yang
terangkai jelas. Pengenalan asal mula pengetahuan sampai bagaimana agar ummat
islam kembali bisa berjaya dengan pengetahuannya. Lebih spesifik lagi urutannya
seperti ini: Asal Mula Pengetahuan dan Perkembangannya à
Hakikat Pengetahuan à Ilmu yang Berkah à
Al-Qur’an dan Pengetahuan à Rasul, Pembuka Cakrawala Pengetahuan à
Figur Ilmuwan Muslim à Peran Penguasa dalam Kemajuan
Pengetahuan à
Penguasaan Bahasa Asing à Perpustakaan à
Tugas Intelektual Muslim à Kearifan Seorang Ulama.
Buku yang amat kaya,
menyadarkan kita dari persepsi-persepsi keliru dari pengalaman kita selama ini
dalam menuntut ilmu dan akhirnya membuat kita menajamkan kembali semangat kita
untuk bersungguh-sungguh dalam memperoleh ilmu.
“Ilmu yang sesungguhnya
adalah ketika ilmu tersebut semakin membuat kita dekat kepada Allah.”
Ilmu itu layaknya
pedang bermata dua, bisa bermanfaat atau bisa membunuh. Lihat saja hasil karya ilmu
yang dulu meluluhlantakkan Hiroshima dan Nagasaki, siapa bilang itu bukan
karena kepandaian manusia akan ilmunya? Ilmu juga yang akhirnya mengubah
kebodohan-kebodohan bangsa Arab menjadi sejuk dengan kemajuan ilmu pasca
pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai rasul.
Di dalam Al-qur’an,
Allah mengarahkan kita menggunakan rasio sebanyak 300 kali. Kita juga banyak
menemukan ayat-ayat al-qur’an yang merangsang agar kita memperhatikan sesuatu,
coba lihat az-zumar: 21. Bahkan Allah juga menunjukkan secara langsung fungsi
dari apa yang diciptakanya (lihat saba’:10-11 dan al-jatsiyah 12-13.
Pengetahuan juga yang
akhirnya menjadi alasan Allah mengangkat manusia sebagai khalifah, padahal
kalau dilihat manusia itu makhluk yang lemah, tidak punya kekuatan apa-apa
seperti apa yang Allah beri kepada hewan-hewan ciptaanNya. Ular dan serangga
dengan bisanya, singa dengan taringnya, burung diberi sayap agar bisa terbang
di udara, ikan dianugrahi kemampuan berenang, dan binatang2 lainnya. Bahkan
malaikat pun khawatir dengan keinginan Allah menjadikan manusia sebagai
khalifah. Tapi, dibalik itu Allah telah memberikan akal sebagai alat bagi
manusia untuk menggali pengetahuan, agar bisa menjalankan peran
kekhalifahannya. Denan pengetahuan tersebut, menjadikan manusia memiliki
kekuatan dan keuasaan. Manusia bisa tahu bagaimana cara melindungi dirinya,
bagaimana bisa terbang di udara tanpa sayap dan bisa mengarungi lautan tanpa
sirip untuk menjalankan fungsi khalifah Allah, yang menjaga muka bumi.
Bagian yang saya suka
dari buku ini adalah meneladani Rasul dalam keilmuwan. Rasul jelas saja masuk
surge, pasti disayang sama Allah, seseorang yang diberi ilmu yang paling tinggi
di zamannya, tapi Rasulullah sama sekali tidak pernah sombong. Bahkan dengan
ketawadhu’annya kecemerlangan ilmu pengetahuan di zamannya dan zaman setelahnya
makin berkembang pesat.
Rasulullah adalah
pribadi yang amat mengagumkan dalam mendengar apa yang disampaika orang lain
kepadanya. Rasulullah juga memudahkan bahasa agar sampai kepada pendengarnya,
taka rang beliau menggunakan analogi-analogi agar penjelasannya semakin mudah
dipahami.
Suatu kali datang
kepada beliau seseorang yang menyatakan “Wahai Rasul, izinkan aku berzina.”
Sahabat-sahabat yang
ada di sekitar beliau sudah mau marah-marah saja. Tapi rasul tetap santai dan
berkata “tenanglah.”
Rasul bertanya, “Apakah
engkau sudi jika ibumu dizinai oleh laki-laki yang bukan ayahmu?”
“Tidak.”
“Apakah engkau sudi
jika anak perempuanmu dizinai oleh orang lain?”
“Tidak.”, jawabnya
“Apakah engkau sudi
jika saudara perempuanmu dizinai orang lain?”
“Tidak.”
Dalam riwayat lain
bahkan ada yang menyebutkan bahwa rasul juga menanakan sampai bibi. Pada
akhirnya, di kemudian hari laki-laki tersebut adalah seseorang yang paling
membenci perbuatan zina.
Seni lain rasul dalam
menyebarkan pengetahuan adalah dengan sistem kaderisasi, memudahkan ilmu
pengetahuan bagi siapa pun bahkan memberikan kesempatan yang sama kepada prempuan,
menjadikan masjid sebagai pusat pengetahuan, menjanjikan kebebasan bagi tawanan
kafir yang mau mengajari ummat islam baca dan tulis, mengutus duta-duta ke
berbagai wilayah, dan masih banyak lagi.
Suatu hal yang patut
dikagumi adalah bahwa Rasul tidak segan-segan untuk meminta pendapat dari
sahabat-sahabat beliau. Contohnya adalah ketika beliau meminta pendapat terkait
tawanan perang badar. Sahabat yang diminta pendapatnya kala itu adalah Abu
Bakar, Umar bin Khattab dan Abdullah bin Rawahah.
Abu Bakar: “Wahai
Rasulullah, mereka adalah kaum kerabat Anda. Biarlah mereka tetap hidup dan
suruhlah mereka untuk bertaubat, mudah-mudahan Allah menerima aubat mereka.”
Umar: “Wahai
Rasulullah, mereka telah mendustakan dan mengusirmu, bawalah ke depan dan
tebaslah batang leher mereka.”
Abdullah bin Rawahah: “
Wahai Rasulullah, engkau berada di lembah yang penuh dengan kayu bakar. Bakar
saja kayu itu dan lemparkan mereka ke dalamnya.”
Rasul diam dan masuk ke
rumah tanpa menjawab sedikit pun.Kemudian Rasul keluar rumah dan menjumpai
sahabatnya: “Sesungguhnya Allah pasti melunakkan hati sekelompok orang hingga
ia menjadi lunak daripada susu dan mengeraskan hati sekelompok yang lain hingga
lebih keras dari batu.”
Kemudian Rasul
menganalogikan Abu Bakar laiknya Ibrahim (Ibrahim:36) dan Isa (Al-Maidah:118)
yang pemaaf dan menganalogikan Umar laiknya Musa (Yunus:88) dan Nuh (Nuh:26)
dengan ketegasannya.
Luar biasa, masyaAllah
:’)
Setelah kita
diceritakan sifat-sifat mulia rasul sebagai pribadi yang berpengetahuan kita
juga dikisahkan tentang kisah kejayaan ilmu pengetahuan di masa Dinasti Umayyah
dan Abbasiyah. Dari kisah tersebut kita jadi banyak tahu bahwa ada beberapa
factor yang bisa menyebabkan kondisi demikian: kesungguh-sungguhan ulama akan
ilmu, penguasaan bahasa asing sehingga akhirnya banyak buku2 peninggalan yunani
yang diterjemahkan dan adanya peran penguasa untuk mendukung gagasan kemajuan
ilmu pengetahuan. Mulai dari penerjemahan besar-besaran, pengadaan
buku-perpustakaan-laboratorium modern, penyediaan fasilitas2 bagi para penuntut
ilmu.
Nah, setelah dibangkitkan
semangat kita tentang keemasan masa lalu, buku ini tak ketinggalan memberikan
beberapa tips yang bisa mendorong kesuksesan para penempuh ilmu. Tips ini
berasal dari Syaikh Al-Zarnuji dalam buknya Ta’lim Muta’alim:
1. Harus cerdas. Cerdas
bukan pemberian sejak lahir. Cerdas bisa direkayasa. Makna kecerdasan
sesungguhnya adalah: konsentrasi atau keseriusan dalam berpikir kala menerima
pelajaran. Bagaimana agar bisa konsentrasi? CInta dan rasa suka! Ilmu juga
wajib diulang dan menempuhnya buth step by step.
Abu Hanifah pernah
berkata kepada muridnya Abu Yusuf: “Sesungguhnya kamu itu dungu (di bawah
bodoh). Namun karena rajin dan tak kenal menyerah engkau menjadi cerdas.”
2. Rakus terhadap
pengetahuan. Rakus berarti lebih dari sekedar ingin dan merasa kurang atas
setiap pelajaran yang ia terima.
3. Kesabaran yang
tinggi. Tentu saja, karena medan pengetahuan itu begitu berliku, penuh onak dan
duri
4. Biaya yang memadai.
Tapi bukan jadi penghalan bagi yang tidak memiliki biaya karena rezeki Allah
amat luas.
5. Petunjuk guru
6. Memakan Waktu yang
lama
Terakhir, bagaimana
sikap kita sebagai seorang intelektual muslim? Apakah cukup dengan memiliki
ilmu itu untuk diri kita sendiri?
Pernyaaan Muhammad
Natsir berikut dapat menjadi jawabannya: “Seandainya para cendikiawan Islam
kurang menyadari tempatnya dalam masyarakat, maka ia akan mejadi ahli saja,
yang memberikan nasihat menurut pesanan orang yang meminta. Tetapi kalau ia
mengerti kedudukan, maka si cendikiawan itu akan menjadi pusat gagasan dan
sumber yang penuh kreativitas, penuh ide dan gagasan, memberikan perspektif dan
arahan kepada lingkungan dan sekelilingnya.”
#intelektualmuslim
Ciputat, 24 November
2015
0 komentar:
Post a Comment