Thursday, February 26, 2015

My perspective about film 'Change of Heart'

Speechless pas nontonnya T_T Video ini menceritakan tentang seorang suami (Nour) yang menginginkan bahwa dia akan memiliki seorang istri yang perfect. Suatu saat Nour bertemu dengan seorang teman yang mengingatkan beliau tentang masa lalu istrinya. 

Nour merasa, hal itu tidak sesuai dengan harapannya. Bahwa seorang istri harus baik dalam segala hal. Pun dengan masa lalunya. Laki-laki berbeda dengan perempuan dalam hal ini, tegasnya. Beberapa orang teman mencoba untuk menjelaskan bahwa itu bukanlah hal yang mustahil. Maryam punya masa lalu, begitu juga Nour. Terakhir temannya mengatakan cobalah kau katakan kepadanya tentang apa yang dipikirkannya kepada Maryam.

Endingnya, saya suka kata2 Maryam saat Nour kembali menegaskan bahwa berbeda antara laki2 dan perempuan yang memiliki masa lalu yang buruk. Intinya maryam bilang, saya sudah bertaubat dan menjalankan diin ini. Apakah laki-laki dan perempuan berbeda di hadapan Allah? Because i'm human. I'm not perfect. No body is perfect..

Dari film ini sebetulnya banyak pelajaran yang bisa kita petik. Memang banyak hal di dunia ini yang tidak sesuai dengan harapan kita. Baik harapan kita tentang seseorang bagaimana ia semestinya, harapan tentang kondisi yang menyenangkan, prestasi2 yang ingin kita capai. 

Saat kita mendapatkan kenyataan bahwa orang-orang yang membersamai di sekitar kita tidak sesuai dengan kita, idealisme kita, kultur kita, pemikiran kita, mungkin bisa jadi kita lah yang sebetulnya Allah inginkan untuk menjadi agen perubahan bagi mereka. Tidak ada salahnya kemudian kita bersabar, menasihati mereka dengan kata dan perbuatan nyata. Tetap berprilaku baik selama mereka masih bersama dengan kita. Orang-orang yang membersamai kita seringkali adalah teman-teman kita, bahkan bisa orang yang paling dekat dengan kita sekalipun: ayah, ibu dan adik-adik kita. 

Kenyataan yang paling pahit adalah jika orang-orang terdekat kita yang tak seideal bayangan kita. Ibu yang tak peduli misalnya, atau sosok ayah yang bukan teladan, kakak/adik yang tidak menyenangkan. No problem untuk itu semua. Pikirkan saja bahwa ternyata memang sudah saatnya diri kita yang mengenalkan kemesraan dalam keluarga kita, menjadi pengingat kebaikan2 bagi keluarga kita.

Hmm.. kalau ternyata kondisi yang akhirnya menjadi hal yang tidak menyenangkan sesuai keinginan kita? Duh, duh, duh, ada baiknya jangan sedikit-sedikit kita menyalahkan keadaan. Tak selamanya hidup ini indah. Lagipula indah itu tergantung mindset kita :) Selama Allah masih ridho sama kita, kenapa harus cemas? 

Allah itu mempergilirkan masa, kadang kita di atas dan di bawah. Allah itu baik, Allah beri kita akal bukan untuk dipikirkan keburukannya, tapi juga dipikirkan saya bisa apa dengan kondisi ini. Ada kejadian apa yang nanti akan Allah hadiahkan untuk kita? Karenanya dalam waktu lapang pun kadang kita harus menyiapkan 'kesadaran' lebih dini. Mungkin saja Allah memberikan saya kebahagiaan dan suatu waktu memberi ujian. Kesabaran itu akan memberikan kepuasan yang lebih, ketika kita mampu mencoba berpikir dan mengusahakan pikiran untuk menerimanya dan mencari terus mencari cara mengatasinya. Terima dulu, baru hati kita lapang dan bisa berpikir mencari solusinya.

Indahnya, dalam islam banyak sekali instrumen bagi jiwa kita untuk mendamaikannya. Terlebih, biasanya dalam kondisi tersebut kondisi yang paling mendekatkan seorang hamba kepada Rabb nya. Kita bisa membaca qur'an sambil meneliti arti-artinya, bisa shalat sepuasnya dan merendahkan diri di hadapanNya, berdo'a selama-lama mungkin dan sepenuh-penuhnya harap. Mungkin, Allah juga ingin agar kita lebih mendekat kepadaNya..

Ada analogi yang bagus sekali dari teman satu divisi di kaderisasi BEM saat beliau mementor adik kelas:
Seorang ayah, mungkin saja menampar anaknya karena dia sayang. Mungkin saat diperingati pertama kali sang ayah berkata: "Nak, api itu panas." Si anak tak menggubris dan tetap memainkan api. Sang ayah tak puas dan kembali mengulangi ucapannya "Nak, api itu panas." sembari menjauhkan anaknya dari api. Tetapi anak tersebut tetap kembali dan bermain api lagi. Kali ini ayah mengatakan hal yang sama, : "Nak, api itu panas." sembari menampar anaknya agar ia mengerti.
 So, make your mind always positive :)

0 komentar:

Copyright © 2014 Mahdiah Maimunah