Saturday, April 25, 2015

Menjadi Muslim Indonesia Profesional Tingkat Dunia

professionals 
 
Sore kemarin, saya tertarik mendatangi kegiatan yang diadakan oleh teman-teman club MERCY. MERCY adalah sebuah club yang bergerak di bidang riset dan penelitian. Club ini baru diadakan kurang lebih 1-2 tahun terakhir oleh teman sekelas saya, Fikri yang juga menggemari riset dan penelitian. Acara yang dipromosikan sebetulnya berjudul “Writing Make Everything”, sesuai dengan background pembicara yang memiliki karya berupa jurnal yang diterbitkan di lingkup ninternasional. Siapa yang tidak tertarik? Sejujurnya saya penasaran dengan pembicaranya. CV yang dikenalkan terlalu keren. Saya harus banyak belajar dari beliau.
Tibalah saat sesi acara dimulai. Beliau tidak membahas mengenai masalah penelitian atau riset sekalipun dengan alasan ada hal yang jauh lebih penting untuk dibahas. Pembahasan yang dibawakan kemudian berjudul “Menjadi Muslim Indonesia yang Profesional Tingkat Dunia”. It’s interesting for me.
Di sesi awal, Pak Hadhi banyak memaparkan fakta-fakta perbandingan antara Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim, dengan negara tempat tinggalnya sekarang, Canada. Ternyata, populasi kita jauh lebih tinggi berkali-kali lipat dibandingkan Canada. Indonesia, punya kurang lebih 250 juta penduduk, sementara Canada hanya 35 juta saja meskipun dari segi luas daratan Canada jauh lebih luas. Ledakan populasi ini, sebetulnya bisa menjadi potensi dan sekaligus menjadi ancaman bagi negara kita, papar Pak Hadhi.  
Perbandingan yang lain, misalnya dalam hal pendapatan perkapita serta alokasi pendidikan. Canada punya alokasi dana pendidikan yang lebih besar dari Indonesia, yaitu sebesar 5% dari pendapatan perkapitanya yang juga lebih besar dari Indonesia. Indonesia hanya 2,5% saja. Bayangkan saja jika dana alokasi pendidikan yang sudah besar, kemudian dibagi rata kepada jumlah penduduk yang lebih kecil, betapa besarnya alokasi per penduduk. Miris ya Indonesia kita. Padahal, jika kita mau menyadari lebih jauh, dengan pendidikan kita bisa menginvestasikan manusia. Investasi manusia memang tidak akan memberikan profit dalam jangka waktu yang singkat. Tapi, impactnya akan lebih besar dirasakan oleh negara suatu saat nanti untuk negara tersebut.
Lalu bagaimana dengan perkembangan penelitian di Indonesia dan negara-negara dunia? Pertama, kita akan melihat tingkat keaktifan negara dalam mengakses jurnal internasional. Dari seluruh negara, ternyata Indonesia berada di peringkat 61 dalam mengakses jurnal. Peringkat pertama diduduki oleh Amerika, kedua China dan ketiga adalah UK. Negara muslim terbanyak yang mengakses jurnal adalah Turki yang berada pada tingkat ke 20. Kedua, dalam hal pendanaan, Indonesia pun jauh berada di peringkat bawah untuk mendanai basic research. Sementara peringkat tertinggi di dunia diduduki oleh Israel. 
Kondisi berbeda lainnya adalah pendirian gedung fakultas kedokteran yang terdiri dari gedung riset basic, riset klinik dan rumah sakit. Kondisi ini memungkinkan negara maju di bidang riset untuk melakukan uji klinis langsung kepada pasien yang ada di rumah sakit. Di samping itu, pengajaran para dosennya juga update karena slide-slide kuliah yang diajarkan berasal dari penelitian dosen tersebut. Kalau di Indonesia, hmm.. kebanyakan dosen-dosen kita menggunakan referensi dari textbook yang sudah ketinggalan 5-10 tahun kebelakang. Duh, miris.
Nah, masuk ke materi inti. Beliau menjelaskan 5 langkah agar kita bias menjadi muslim Indonesia yang professional tingkat dunia
1. Membuka visi hidup untuk global vision
2. Menempa diri untuk menjadi insan pembelajar
3. Membangun seluas-luasnya network dan follow up nya
4. Berjuang dalam kompetisi global
5. Istiqomah menjadi muslim yang bermanfaat sebanyak-banyaknya untuk ummat manusia
Beberapa kata penyemangat yang beliau sampaikan kepada kami : 
“Kita sebagai muslim adalah iron stock peradaban.”
“Banggalah menjadi muslim!”
“Jangan jadikan kekurangan sebagai alat yang membuat kita tidak maju-maju”.
“Mungkin dalam melakukan kebaikan, kita tidak sempat merasakan kejayaan. Tapi jangan lupa bahwa kita sudah berusaha untuk menanam kejayaan.” Ingatkah teman-teman dengan nama seorang pemuda luar biasa bernama Muhammad Al-Fatih? Kisah ibunya dan Al-Fatih mungkin bias menjadi salah satu contoh bahwa kita tetap harus berusaha menanamkan sebanyak-banyaknya kemanfaatan meskipun kita tidak sempat merasakannya. Beliau bercerita dari kisah yang didapatkan dari seorang teman mengenai Ibu Al-Fatih.(meskipun banyak versi tentang siapa yang selalu menanamkan keiginan yang tinggi dalam jiwa Al-Fatih). Ternyata, pada waktu kecilnya ibu Al-Fatih sering menimang anaknya di tepi selat bosphorus sambil menyenandungkan hadits Rasul tentang penaklukkan konstantinopel. “Wahai Anakku, Rasulullah pernah bersabda, bahwa konstantinopel adakan ditaklukkan oleh seorang pemimpin. Dia adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukannya adalah sebaik-baik pasukan.” Begitu terus yang dilakukan oleh ibunya berulang-ulang. Subhanallah…

Di akhir sesi, Pak Hadhi memaparkan beberapa trik dalam networking. Mengapa perlu networking? Networking bias menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kita. Bahkan, tidak hanya orang yang berkomunikasi langsung ke kita, namun juga relasi dari teman kita tersebut. Bagaimana salah satu contoh membangun networking, terutama saat di seminar, konferensi atau workshop? 1. Kartu nama 2. Poto bareng 3. Kirim email.
Kesimpulan dari acara ini adalah ( Menjadi muslim yang professional tingkat dunia itu.. berarti menjadi dai, menjadi agent of change buat diri dan lingkungan serta menjadi Iron stock peradaban ( 
Ganbatte kudasai.…!!

0 komentar:

Copyright © 2014 Mahdiah Maimunah