The Inspiring Mama: Melihat Sosok Lain Ibu Kita
Siapa pun orangnya pastilah ia punya tempat tersendiri untuk meletakkan kecintaan tak berhingga kepada ibunya.Meskipun tak dapat dipungkiri ada juga di antara kita yang diliputi kebencian yang mendalam pula kepada sosok ibu di dalam kehidupannya. Sebagian besar lagi bergantung arus, flat atau biasa-biasa saja, kurang memahami/merasakan atau sengaja tidak melibatkan lebih jauh seorang ibu di dalam kehidupannya. Yang unik adalah orang yang ‘iri’ untuk memiliki ‘ibu lain’ atau ‘ibu harapan’ sesuai keinginannya. Maka tak jarang kita temukan ungkapan pengharapan sepertiini:
“Waah… enak ya… mama kamu pinter masak. Setiap hari bisa makan-makanan enak. Coba seandainya..blablabla..”
Bisa jadi juga seperti ini:
“Mama saya sibuk nih, jarangdi rumah! Aku sama adik-adikku sering ditinggalin. Sedih kan?”
Lebih mungkin lagi kita sering mengeluhkan ini:
“Males pulang ke rumah ah..!Ibuku marah-marah terus. Suka nyuruh ini-itu. Ngomel-ngomel terus kerjaannya.Ga asik banget kan? Setiap hari ada yang teriak-teriakin.”
Huffh.. Oke.. Banyak dari kitamungkin mengeluhkan hal senada di atas. Saya pun merasakan hal yang serupa.Tapi semua itu berubah sejak saya merantau ketika saya teringat keseharian saya bersama ibu di rumah mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Sejak saat itulahsaya menyadari betul bahwa ibu telah member dan melakukan banyak hal: melatih kemandirian saya, cara berpikir saya, dan banyak aspek dari kehidupan saya.
Saya pun memahami mengapa dulu ibu melakukan ini, memaksakan itu kepada saya, meminta saya melakukan banyakhal, berjalan-jalan bersama keluarga dan mengikuti momen-momen lainnya yang maksud dan tujuannya tak pernah kita ketahui. Semua itu jika tidak kita lihat dari ‘kacamata berbeda’ kita tidak pernah mengetahuinya.
Saya tidak pernah tau mengapa dulu ibu selalu meminta saya bangun pagi-pagi dan menemaninya masak di dapursetelah shalat subuh. Padahal jika dipikir dan dibandingkan dengan kondisi teman saya, saya suka iri karena mereka tidak ada yang seperti saya. Pagi-pagi harus melakukan pekerjaan rumah sehingga kadang jarang punya kesempatan untuk belajar setelah subuh.
Namun, sekarang akhirnya saya sadar akan hal itu. Betapa saat dulu Ibu benar-benar mengerti bahwa ia punya tanggung jawa yang lebih terhadap anaknya, sesuatu yang lebih besar dari sekadar ‘merawat’ anak, yaitu peran pendidik. Beliau tidak ingin kehilangan suatu momen untuk memberikan pengajaran kepada anaknya sesibuk apa pun agenda beliau dari pagi hingga sore. Maka momen-momen yang seringkali dimanfaatkan ibu adalah ketika kita melakukan pekerjaan rumah bersama, sarapan bersama dan jalan-jalan bersama. Jika dihitung-hitung mungkin sedikit sekali kesempatan kami berkumpul. Seringkali hanya pagi dan petang ba’da magrib.
Dan dari sana aku belajar mengerti sekarang, bahwa makna ‘pemaksaan’ untuk menemaninya dulu melakukan pekerjaan rumah adalah sekaligus untuk memberiku pengajaran di samping melatih tanggung jawab dan juga kemandirian.
Begitu juga sebaliknya, saya memiliki seorang nenek –ibu ayah saya- yang berkebalikan dari karakter ibu saya. Nenek yang jika mengunjungi kami atau bermalam di rumah kami amat jarang meminta saya atau pun adik saya untuk membantunya menuntaskan pekerjaan. Misalnya saja nenek tiba-tiba sudah menyapu halaman, sesaat kemudian sudah beres-beres di dalam rumah. Setipe dengan ibu-ibu yang lebih memberi kelonggaran anaknya untuk tidak melakukan pekerjaan berat.
Tapi bukan itu makna sesungguhnya. Bukan karena tidak dimintanya kita untuk membantu kita jadi tidak bekerja. Ibu-ibu tipe ini lebih mengajarkan anak-anaknya agar lebih sensitive. Seorang anak lah yang seharusnya lebih peka dan memahami bahwa tak mungkin jika segala pekerjaan rumah hanya dilakukan oleh ibu seorang diri. Sudah sepatutnya seorang anak yang dianugrahi ibudengan banyak waktu seperti ini bisa lebih proaktif untuk menggali banyak hal.Misal saja, “Bu, ajari aku masak soto dong?” atau misalnya saat seorang ibu lagi nyapu sedapat mungkin anaknya minta diceritakan sesuatu, diajarkan banya khal dan berdiskusi banyak topik.
Jadi, tidak ada yang salah dengan ibu yang sibuk atau ibu yang punya banyak kebebasan waktu bukan? Dua-duanya mengajarkan kita untuk mandiri dengan jalan yang berbeda dan masing-masing punya makna pengajaran tersendiri. Bayangkan saja jika semua ibu di dunia adalah ibu rumah tangga tanpa peran lain di luar rumah. Lalu siapa yang memperjuangkan kesejahteraan kaum wanita sebagaimana mestinya? Siapa tokoh wanita yang bisa dijadikan inspirasi selain karena masalah kerumah tanggan?Siapa yang akan melunakkan kebijakan di berbagai elemen sehingga lebih halus danarif? Siapa yang akan memberi warna kelembutan di berbagai aspek yang kitatemui selain di rumah?
Hmm… Ya, terkadang kita harus memikirkan kondisi di saat ibu kita tidak lagi di samping kita. Sungguh, disaat itu lah kita menemukan kesyukuran dari setiap ‘karakter unik’ pada ibukita masing-masing. Plus dan minus-nya. Bisa jadi kita jadi mandiri saat dewasa karena ‘paksaan’ tugas yang dulu diminta kepada kita. Bisa jadi kita menjadi penyayang karena ibu kita yang penyayang, bisa jadi mental kita bisa sekuat sekarang karena ibu kita adalah sosok yang kuat menerima segala ujian.
Namun tidak selamanya aspek karakter diri kita terbentuk karena sikap positif yang dimiliki ibu kita. Bisajadi dari kekurangan yang ada pada ibu kita membuat kita belajar memiliki karakter yang tidak dimiliki oleh ibu kita. Misal saja ibu kita ‘sangat suka marah-marah’ dan kita tidak suka untuk dimarahi. Bijaknya, kita pasti akan terpikir agar nantinya bisa menjadi orang yang lebih mengedepankan ketenangan hati dan menghindari kemarahan.
Bagaimana pun itu, ibu adalah anugrah terbesar dari Allah untuk kita. Sebagai sarana terbesar kita untuk belajar dari yang ada padanya dan juga mengambil pelajaran dari ‘ketiadaan’yang tidak dimiliki oleh ibu kita. Itulah bentuk syukur kita. Setiap ibu –tak hanya anak- adalah unik. Belajarlah untuk memahami dan mengerti ibu kita, manfaatkanlah momen2 yang masih bisa kau lakukan bersamanya. Berikanlah ia kebahagiaan dengan sesuatu yang menggembirakan di DUNIA dan AKHIRAT nya. Rabbighfirliiwaliwaalidayya, warhamhumaa kamaa rabbayanii shagiiroo..
Terakhir, syair dari tim BIJAKini bisa menjadi penutup yang menggambarkan perasaan saya kepada Ibu:
Ibuku oh ibu…Betapa ikhlas kaumenyayangiku…Jiwamu tulus memeliharaku..Tiada mengharapkan balasanku
Ya Allah, Tuhanku…Bukakanlah pintu ampunan-Mu…Curahilahdia dengan rakhmat-Mu..Dia merawatku sejakkecilku
Oh Ibu..Kini aku jauh darimu…Ingin ku luruh dipangkuanmu…Rengkuhlah aku dengan doa malam mu…Semoga Dia membimbing langkahku…
Oh ibu...Kini air mataku berderai…Rindu belai kasihsayangmu…Dengan ketulusan hati yang dalam.. maafkanlah anakmu ini…
_Tanah Rantau_Ciputat,TangSel_
0 komentar:
Post a Comment